Kamis, 09 Desember 2021

[Experience] Taman Festival Bali

Source by Naomi's Galery

Pernah gak para pembaca sekalian berwisata ke tempat-tempat horror nan angker ? Yang aku maksud itu bukan wisata main kerumah hantu ato wahana serem. Tapi bener-bener main ke tempat yang angker. Contohnya bekas pabrik terbengkalai, bekas hotel yang terbengkalai, lokasi yang sering terjadi penampakan, rumah bekas pembunuhan, dan lain-lainnya. Aku mau berbagi cerita nih sama para pembaca sekalian tentang pengalaman aku yang "Main-Main" di salah satu tempat terkenal angker yang ada di Bali. Tepatnya berlokasi di daerah sanur. Apalagi kalo bukan "Taman Festival Bali". 


Source Google Maps

Taman Festival Bali berlokasi di sanur. Tepatnya di Jalan Padang Galak no 3 kesiman, Sanur. Lokasi nya sangat mudah ditemukan terutama di google maps. Dengan menggunakan kata kunci Taman Festival Bali. Cuma butuh waktu sekitar 30 menit dari Bandara Ngurah Rai. Perlu di ketahui tempat ini sangat berdekatan dengan pantai sanur. Jadi pada saat kita sampai di lokasi langsung disambut dengan pantai sanur. Lokasi di sekitar Taman Festival ngeri gak ? Hohoho.. tenang, kawasan sekitar taman festival rame kok. Udah banyak pedagang makanan-makanan warung dan jajanan-jajanan enak. 

Source by Naomi's Galery

Tampilan gerbang dari Taman Festival Bali bisa aku tunjukkan melalui foto diatas. Tapi klo di liat-liat itu lokasinya di pinggir jalan ya ? Iyap, lokasinya di pinggir jalan yang udah mentok. Kalau para pembaca pergi ke lokasi ini pasti langsung nemu. Karena lokasinya mentok banget dan udah gak ada jalan lagi. Karena Taman Festival ini besar dan luas jadi mudah juga ditemukan. Gak perlu masuk gang-gang sempit. Oiya, tempatnya menuju lokasinya dapat diakses oleh kendaraan roda 2 maupun roda 4 ya. 

Baru masuk udah disambut dengan tampilan gerbang yang sangat cantik. Berhiaskan patung yang mencirikhaskan Bali yang bernuansa modern yang menunjukkan bahwa tempat ini merupakan tempat yang sangat menyenangkan (pada masanya). Sebelum bisa masuk ke dalam, kita diharuskan membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000/orang. Cukup mahal kah menurut kalian ? Tapi tenang saja uang yang para pengunjung bayarkan itu untuk biaya peneliharaan lokasi yang mana akan masuk ke dalam kas adat. Kalau para pembaca ingin mengunjungi lokasi ini aku sarankan untuk berkunjung pada senja hari. Mengapa ? Tentu saja agar suasana makin tambah mencekam. Karena di dalam sangat gelap dan sepi 👻. Sebenarnya kalau berkunjung pada siang hari tidak kalah menyeramkannya, hanya kurang menantang saja 😂. Satu lagi yang bikin tambah merinding. Aku sempat membaca berita bahwa di kawasan Taman Festival pernah ditemukan mayat seseorang yang diduga sebagai korban pembunuhan yang mana mayat korban dibuang disekitar kawasan Taman Festival. Makin ngeri gak tuh ? Oh iya, tadi aku menyebut kata "pemeliharaan" ya. Apanya sih yang dipelihara dari tempat serem kaya gitu ? Jadi gini pemeliharaan yang dimaksud adalah bahan membeli banten/sesajen yang memang sudah menjadi bagian dari budaya Bali, untuk memangkas semak-semak yang menutupi jalan yang memang sudah menjadi rute perjalanan untuk para pengunjung, untuk menggaji para masyarakat lokal yang bekerja mengurus Taman Festival ini, dan masih banyak lagi.

Oke sekarang aku bakalan cerita pengalaman aku pada saat menjelajahi tempat horor ini. Pada saat aku masuk, aku disambut dengan patung ciri khas bali seperti gambar yang udah aku cantumkan.
 
Source by Naomi's Galery

Aku melihat ke sekeliling. Aku yakin dulunya ini tempat yang sangat menyenangkan. Tempat ini dibiarkan terbengkalai begitu saja oleh pemiliknya tidak ada kerusakan yang terjadi. Lantai keramik yang menyambut ku masuk juga masih tampak indah dilihat, hanya saja sudah tak terawat dan di sekelilingnya telah ditumbuhi semak-semak belukar yang tinggi. Aku pergi ke lokasi ini pada saat sore hari. Aku tidak punya nyali untuk datang di malam hari. Aku datang bersama 2 orang temanku yang notabene mereka bukan berasal dari Bali. Aku senang mereka merasa antusias ketika aku mengajak mereka untuk mengunjungi tempat ini. Dan ya... Jumlah kita GANJIL. Awalnya baik-baik saja. Tidak ada hal yang terjadi. Kami menikmatinya sambil membahas kira-kira bagaimana dulunya tempat ini dan mengapa dibiarkan terbengkalai begitu saja. 

Source by Naomi's Galery

Selama kami berjalan-jalan sembari menikmati suasana yang belum terasa apa-apa. Aku liat ada pohon beringin besar banget. Disitu juga ada pelinggih (sebutan untuk meletakkan banten/sesajen suci yang dianggap suci/keramat bagi umat Hindu di Bali). Dan di sekitarnya terdapat 2 bangunan yang masih berdiri kokoh yang kosong namun terdapat banyak coretan mural dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 
Source by Naomi's Galery

Ketika aku memasuki bangunan-bangunan tersebut, seketika hawa menjadi dingin dan angin menjadi kencang. Padahal sebelumnya tidak ada angin yang berhembus. Tiba-tiba saja aku mulai merinding. Aku bersama kedua temanku merasa bahwa ada sesuatu yang tinggi sedang memperhatikan kami. Salah satu temanku merasa penasaran dan ingin melihat-lihat lebih jauh. Hanya saja aku mencoba untuk mengurungkan niatnya. Karena aku merasa ada hal yang tidak patut kita dekati dan datangi. Aku tidak tau, bangunan kosong tersebut dulunya digunakan sebagai apa. Dan aku kembali melihat 2 pohon beringin itu. Aku merasa tidak enak. Lalu aku dan kedua temanku melanjutkan perjalanan sambil membayangkan betapa gelapnya jika malam hari.

Selama berjalan-jalan kedua temanku masih melakukan foto ria untuk di posting di sosial media. Aku sibuk mencari informasi mengenai Taman Festival (di Google) dan detail dari setiap bangunan-bangunan yang ada di tempat ini. Aku rasa aku perlu tau lebih jauh tentang tempat ini agar tidak sekedar buta tempat. Sambil berjalan mengikuti rute setapak dan rindangnya tanaman-tanaman liar yang tinggi. Menambah suasana makin mencekam. Aku tak henti-hentinya merasa sedikit takut dalam menyusuri setiap jalannya. Sambil membaca beberapa artikel di Google mengenai tempat ini, aku sampai di sebuah tempat yang dulunya digunakan untuk mempertontonkan buaya (iyap Buaya) kepada para pengunjung di kala waktu itu. 
Source by Naomi's Galery

Tempatnya masih bagus. Dapat dilihat dari foto diatas. Aku sempat berfikir "apakah buaya nya sudah dipindahkan ? Akan sangat merepotkan bila masih ada dan hidup liar disini". Aku menyampaikan informasi yang aku dapat kepada kedua temanku. Mereka terheran-heran dan berkata kepadaku "mungkin sekarang yang ada disana hanya siluman buaya". Aku langsung menghentikan perkataan temanku yang mulai nyeleneh dan tidak sopan. Aku sangat takut bila terjadi hal-hal aneh akibat dari perkataan yang tidak sopan (seperti di film-film). Aku pun sempat foto-foto karena tempat itu merupakan spot foto yang bagus. Lagi-lagi aku merasa merinding. Walaupun aku tidak sendiri tapi lagi-lagi aku merasa kalau kita tidak sedang bertiga. Aku memberanikan diri. Kedua temanku merasa baik-baik saja seperti tidak ada rasa ketakukan sedikitpun. Namun aku tak mengerti mengapa hanya aku yang merasa takut. Mengapa di saat ini aku menjadi sensitif. Aku memang orang yang sedikit sensitif ketika ada di tempat angker. Selama aku menyusuri jalan setapak aku ngobrol dengan kedua temanku. Obrolan biasa tidak ada yang spesial. Sampai akhirnya kita berada di jalan yang mana terdapat banyak pohon tinggi dan sangat lembab basah. Perasaanku tidak enak. Jalanan itu gelap. Sinar matahari tak dapat masuk. Aku merasa ngeri tapi aku penasaran terhadap apa saja yang ada di tempat ini. Kedua temanku pun merasakan hal yang sama. Tampak aneh. Aku khawatir bahwa kita akan tersesat di dimensi lain. Namun rasanya tidak mungkin untuk kembali. Akhirnya kita menyusuri jalan gelap itu. Dan benar saja seluruh badanku merinding. Aku tak brani melihat ke sekitar. Aku benar-benar tidak menikmati perjalanan menyusurinya. Aku takut. Aku tak brani melihat kebelakang bahkan ke bawah sekalipun. Dalam hati aku baca doa. Aku yakin sesuatu yang "lain" itu pasti sedang memperhatikan atau mungkin mengikuti kita tanpa disadari. Kita tak brani berbicara. Hanya berbicara sekedarnya saja untuk memecah keheningan sambil berharap kita akan menemukan ujung dari jalan ini. Suara kresek-kresek yang ada aku positifkan kalau itu hanya sekedar tupai atau burung. Karena aku banyak sekali menemukan tupai di dahan-dahan pohon. Membuktikan bahwa tempat ini asri. Aku bingung menggambarkan betapa mencekamnya suasana pada saat itu. Pada akhirnya aku menemukan jalan keluarnya. Tanpa sadar aku berlari kecil menuju jalan itu. Yang mana aku bisa melihat sedikit sinar matahari yang mana di hari itu sudah hampir redup. Kami merasa sangat lega pada akhirnya.

Selanjutnya aku menemukan sebuah tempat bekas pertunjukan show untuk binatang. Mengapa aku tau, karena aku membacanya di internet 😂. Tempatnya begitu lembab. Selama aku berada disana aku menelisik seluruh tempat sejauh mataku bisa memandang. Entah mengapa aku menaruh curiga pada tempat show itu. Karena sangat tidak mirip untuk tempat pertunjukan atau memang perubahan akibat terbengkalai inilah yang membuat tempat pertunjukan ini menjadi berbeda. Atau aku yang salah. Aku tidak mengerti. Aku sempat berdiskusi dengan temanku. Mreka berpendapat jika mungkin dulu ini tempat untuk kuda nil, gajah, atau buaya (mungkin). Tak paham. Di internet pun tidak dijelaskan secara pasti. Aku melanjutkan perjalananku dan bertemu sebuah jalan yang sangat bagus untuk berfoto.
Source by Naomi's Galery

Bagus bukan. Aku rasa bagus ketika kita bisa menemukan posisi foto yang tepat. Aku penasaran dengan apa yang ada di ujung jalannya. Dan yang aku temui adalah 
Source by Naomi's Galery

Iyappp.... Gedung bekas Bioskop 👏🏻. Ini dia gedung yang paling mencekam dari semua bangunan-bangunan yang ada di Taman Festival Bali. Pada awalnya aku merasa biasa saja. Sampai aku mengajak kedua temanku untuk masuk. Dan aku merasa akan sangat seru. Karena aku yakin di dalam pasti sangat gelap. Dan kita hanya bertiga 😂. Dan benar saja ternyata sangat gelap. Kami bertiga sangat antusias. Kami berlagak seperti para youtuber hantu yang sedang melakukan penelusuran. Aku menggunakan senter di handphone ku sebagai penerang. Karena di dalam sangat gelap. Aku benar-benar membayangkan bagaimana jika aku benar-benar melakukan ini di malam hari. Pasti sangat seru. Tapi jika dilihat dari tadi aku yang ketakutan sendiri 😂. Anehnya aku tidak merasa ketakutan sama sekali. Sampai aku benar-benar sangat penasaran untuk masuk ke ruang bioskop yang mana digunakan untuk tempat memutar film. Aku membayangkan bagaimana tempat ini beroperasi di masa itu dan film apa yang kira-kira di putar. Film Marvel ? Film Suzana si ratu horor ? Atau Film Sun Go Kong ? 

Sialnya aku adalah pada saat hampir memasuki gedungnya, aku tak sengaja melihat mahkluk yang sangat jangkung. Tinggi sekali. Kurus, lengan dan kakinya sangat panjang. Aku tidak melihat wajahnya. Warnanya hitam seperti bayangan. Dan kesalnya. Mahkluk itu seperti berjalan menghampiriku. Oh aku sangat merinding. Aku sempat menelisik sebenarnya apa itu. Apakah itu bayanganku atau bukan. Aku yakin itu bukan bayangan teman-temanku karena aku pergi menjelajah sendiri sedangkan kedua temanku berada di ruangan lain yang masih satu gedung denganku. Ketika aku yakin itu bukan bayanganku, aku berteriak sambil berlari memanggil nama teman-temanku. Aku sangat ketakutan hingga saat ini. Begitu aku mengingat kejadian itu aku masih takut. Bahkan aku menuliskan postingan ini pun aku merinding. Sontak teman-temanku berlari menghampiriku. Aku merasa di ikuti. Aku merasa masih bisa melihatnya di ujung mataku. Aku memohon untuk keluar dari gedung ini. Dan temanku meng-iyakan. Aku sungguh shock dan tak bersuara. Aku diam seribu bahasa. Aku ditenangkan. Kemudian aku menceritakan kepada temanku. Mereka sedikit terkejut dan tak percaya. Tapi itulah yang terjadi. Setelah dirasa tenang kami melanjutkan perjalan kami. Tapi aku masih tetap merasa bahwa mahkluk itu masih memperhatikan kami ketika pergi dari gedung itu. Oh Tuhan aku sangat ketakutan saat itu. 

Bangunan yang aku rasa terakhir adalah sebuah gedung untuk pementasan baik itu konser ato pementasan kesenian. 
Source by Naomi's Galery

Aku terpesona dengan arsitektur bangunannya. Sangat indah dan instagramable. Aku samar-samar mendengar suara deburan ombak hingga aku sadari bahwa di belakang bangunan ini adalah pantai. Aku yakin di bangunan ini banyak pengunjung yang foto, latar belakang music video, dan lain-lain. Karena tertulis di internet bahwa bangunan inilah yang menjadi iconic dari Taman Festival ini. 
Source by Naomi's Galery

Aku pun berfoto di bangunan ini. Setelah berfoto. Entah mengapa aku ingin melihat ke sebuah ruangan kosong di dekat aku berfoto. Pada saat aku berusaha mendekat, di ujung mataku aku melihat ada hantu bungkus yang sedang berdiri memperhatikanku. Tak pikir panjang aku langsung ambil langkah seribu mendekati teman-temanku yang berada di depan pintu masuk gedung pertunjukan itu. Mereka bingung kenapa aku terlihat sangat pucat dari sebelumnya. Tapi aku tak menggubris mereka dan segera pergi.

Seperti yang aku katakan tadi. Aku pikir ini adalah bangunan terakhir. Tetapi ada 1 bangunan lagi yang tersisa. Dan aku rasa bangunan itu adalah sebuah penginapan kecil karena terdapat banyak ruang yang sepertinya dulu adalah sebuah kamar.  Tempatnya tak jauh dari bangunan iconic yang menghadap ke arah jalan. Dari situ pula aku tau klo kita udah ada di pintu masuk Taman Festival. Aku menyusuri singkat bangunan itu karena sudah tak tahan mau keluar dari tempat ini 😂. Lagi-lagi.... Ketika aku menyusuri bangunan itu. Aku mencium bau melati. Sangat menyengat hidung. Anehnya kedua temanku tidak mencium wangi apa-apa. Disitu aku mulai ketakutan. Dan benar saja. Di tangga menuju lantai 1 aku melihat seorang perempuan berambut panjang dan berbaju putih yang tak usah aku sebut itu apa karena aku tau teman-teman pembaca pasti tau itu apa 😂. Aku melihat dia bertubuh tidak pendek dan tidak tinggi. Dia terlihat tembus pandang. Dia tersenyum kepadaku seolah-olah mengatakan "hei, kau melihatku". Oh kali ini aku tak mampu bersuara dan bergerak. Aku takut. Dia hanya diam dan tersenyum menyeringai kepadaku. Aku keringat dingin. Sampai salah satu temanku menepuk bahu ku dan berkata "yuk udahan. Gak ada apa. Udah gelap juga". Seketika aku terhenyak dan tidak melihat perempuan itu lagi. Tanpa bersuara aku mengikuti ajakan temanku. Aku masih diam seribu bahasa. Hingga saat kita keluar dari kawasan itu, kita duduk di mobil dan saling bertukar cerita. Aku menceritakan semuanya. Mengapa aku terdiam, sangat hati-hati, dan ketakutan. Rupanya salah satu temanku merasakan hal yang sama, tpi cuma merinding saja dan merasa ada yang tidak beres. Sedangkan temanku yg satu lagi tidak merasa apa-apa padahal dia sangat ingin merasakan hal-hal ganjil. Rupanya hanya aku saja yang melihat hal-hal ekstrim disini. Sialnya aku 🙄. 

Seperti itulah pengalamanku yang cukup horror selama aku pergi mengunjungi tempat-tempat wisata. Tapi kali ini horror. Oh aku tak ingin mengulanginya lagi. Maaf ya untuk para pembaca jika ada kesalahan dalam penulisan dan informasi mengenai tulisan tentang Taman Festival Bali ini. Oiya, sekedar mengingatkan bahwa aku hanya berwisata di tempat ini. Aku mohon untuk tidak melakukan hal-hal aneh di tempat ini atau mencemari destinasi wisata ini. Mari saling menghormati dan menjaga. Sekian kisah perjalanan ini. Untuk pembaca yang sudah pernah mengunjungi tempat ini, aku mau tau kesan-kesannya bagaimana selama disana di kolom komentar. Kalau temen-temen mau keep in touch sama aku boleh follow Instagram aku @thisvivi_
Sampai Ketemu di Konten Selanjutnya 👋🏻










Minggu, 05 Desember 2021

[Book Review] Working Women by Ita Sembiring. Ku Kira di Negeri Orang Lebih Baik

Source Google Image

Apa sih yang akan timbul dikepala para pembaca sekalian ketika mendengar kata "Buruh Pabrik" ? Pastinya lekat dengat situasi kemiskinan, upah yang kecil, demo memperjuangkan nasib, ketidak adilan, atau bahkan kesewenang-wenangan. Ditambah dengan kasus Marsinah waktu itu, yang mana ingin memperjuangkan nasib para buruh eh malah berujung kepada kematian. Pokoknya kalau sudah "Buruh" pasti jauh dari cerita bahagia dan sering dikaitkan dengan KASTA rendah. Wah... Menurutku itu sebuah kengerian bagi aku. Namun hal ini berbeda dengan Cinder Sisada. Seorang wanita asal Indonesia yang menikah dengan pria campuran Batak-Italia yang bernama Kaliaga Baliardo. Cinder yang merupakan seorang tokoh utama dari buku karya Ita Sembiring yang berjudul "Working Women". Apakah ini kisah romantis ? Oh tentu saja tidak. Bagi ku buku ini seperti sebuah buku biografi yang mengisahkan kisah seseorang dari Indonesia yang tinggal di Belanda (untuk ikut suami) yang kemudian bekerja sebagai buruh pabrik di negri Kincir Angin tersebut. 

Sebelum membahas isi buku, aku akan menjabarkan identitas dari bukunya :
Penulis : Ita Sembiring
Penerbit : Shuhuf Media Insani
No ISBN : 978-602-9831-67-2
13 x 20,5 cm + 276 halaman
Cetakan I, November 2012

Seperti yang aku bilang kalau buku ini mengisahkan kehidupan seorang Cinder Sisada yang pindah tinggal dari Indonesia ke Belanda untuk mengikuti suami yang walaupun berdarah Batak-Italia. Namun memiliki kewarganegaraan Belanda. Cinder dikisahkan dalam buku ini adalah seorang wanita Indonesia yang sangat terobsesi dengan sebuah negara Italia termasuk kisah-kisah menarik di dalamnya (salah satu contohnya ialah kisah seorang Mafia), pintar, bersikap tenang, keras, dan sabar. Sebenarnya Cinder sangat enggan pindah ke Belanda karena merasa lebih nyaman tinggal di tanah air ketimbang di negeri orang, apalagi negeri itu pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun. Cinder yang merupakan lulusan dari Universitas Indonesia yang notabene adalah universitas tersohor di Indonesia, harus bekerja sebagai buruh pabrik alat tulis di Belanda. Hal ini dilakukan Cinder hanya semata-mata untuk mengisi kekosongan dan mencoba berbaur dengan kehidupan yang ada di Belanda. Cinder tinggal bersama Kaliaga di sebuah kota kecil bernama Zundert. Kota tersebut cukup terkenal karena merupakan kota sebagai penghasil Bunga Dahlia terbesar serta kota kelahiran dari seorang seniman terkenal bernama Vincent Van Gogh. 
Zundert, Belanda
Source Google Image

Perlu diketahui bahwa selama perjalanan aku membaca buku ini. Hal yang sangat mengagetkanku adalah "Buruh Pabrik" di Belanda sangat jauh dari kata miskin, kotor, bau, kasta rendah, upah yang sangat minim. Di Belanda kehidupan para buruh sekalipun dapat dikatakan sejahtera. Tempat bekerjanya pun sangat jauh dari kata kotor dan tidak layak. Pabrik di Belanda sangat bersih, dilengkapi musik, dan tidak berisik. Tugasnya pun hanya mengerjakan hal-hal sesuai dengan Job desk. Berbeda dengan Indonesia yang harus serba multitasking. Bahkan di perkantoran pun. Pekerjaan yang notabene bukan merupakan tanggung jawabnya pun kadang harus bisa dikerjakan. Berbeda dengan Belanda. Para pekerja hanya mengerjakan pekerjaan yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya. Hal itu dikarenakan karena sikap orang Belanda yang disiplin dan mengerjakan sesuatu yang memang sudah menjadi ranahnya alias tidak suka ikut campur dengan pekerjaan orang lain. Perlu di ketahui dari buku yang aku baca ini bahwa pemerintah Belanda sangat menjunjung nilai tinggi sosial mereka. Namun ternyata hal ini menjadi bumerang untuk Belanda sendiri. Seperti yang dijelaskan dalam bukunya bahwa di Belanda memiliki banyak pendatang dari negara lain. Sehingga dapat dijelaskan bahwa begitu banyak keanekaragaman yang terdapat di Belanda. Mereka terbuka dengan bangsa-bangsa lain yang datang ke negeri mereka. Pemerintah pun melarang hal yang namanya "Diskriminasi Ras". Sayangnya hal inilah yang digunakan oleh para pendatang dari berbagai bangsa (walau tidak semuanya) bersikap seenaknya dan tidak mematuhi peraturan tidak tertulis maupun tertulis yang memang diterapkan di Belanda. Jika ada para pendatang yang berbuat onar atau melanggar peraturan yang notabene mereka yang benar-benar salah. Mereka bisa saja bersikap seolah-olah orang-orang Belanda mendiskriminasi mereka dikarenakan mereka adalah seorang pendatang. Hal ini memang membuat masyarakat asli Belanda sendiri geram dengan hal ini. Namun mereka lebih memilih diam karena tidak ingin di cap sebagai seseorang yang diskriminatif terhadap ras. Maksud dari pemerintah Belanda sendiri sangat baik supaya tidak saling membeda-bedakan suku dan bangsa tapi malah menjadi senjata makan tuan. Jadi banyak orang Belanda yang hanya bisa menelan ludah ketika para pendatang berbuat seenaknya di negeri mereka. Belanda memiliki regulasi yang sangat baik untuk masyarakatnya. Para pekerja sangat diperhatikan sehingga kehidupan para pekerja (hingga buruh sekalipun) hidupnya sangat sejahtera. Tak tanggung-tanggung untuk para pendatang yang tidak bisa berbahasa Belanda, pemerintah akan memberikan kursus berbahasa Belanda secara gratis. Kebanyakan para pendatang yang memang mengadu nasib di Belanda menginginkan hidup yang lebih baik dari daerah tempat mereka berasal. Namun tidak semua pendatang memiliki sikap dan karakter yang baik bukan ?
Source by Naomi's Galery

Kembali lagi ke kehidupan buruh pabrik. Dari kisah Cinder yang bekerja di buruh pabrik hingga bersahabat dengan seorang gadis Italia yang bernama Eleanor Sisilia. Eleanor Sisilia merupakan gadis yang berwatak pendiam, suka belajar, berperawakan lemah lembut, dan suka bercanda. Bekerja sebagai buruh pabrik di Belanda merupakan hal yang biasa, Kebanyakan yang bekerja di buruh pabrik hanya semata-mata untuk mengisi kekosongan waktu, mencari uang tambahan/sampingan, atau memang menjadi sebuah mata pencaharian tetap. Dalam sebuah kisahnya banyak buruh pabrik di Belanda yang jauh dari kata kotor dan kasta rendah. Dikarenakan para pekerjanya yang notabene adalah orang mampu. Berangkat kerja dengan menggunakan mobil mercedes dan mobil-mobil mewah terbaru lainnya, berpakaian necis nan modis, menggunakan parfum-parfum brand mahal, mengambil cuti untuk berliburan keliling Eropa, dan masih banyak lagi yang jauh dari kata "Kasta Rendah". Seperti yang aku jelaskan tadi bahwa kebanyakan mereka bekerja hanya untuk mencari uang tambahan, mengisi kekosongan, atau memang menjadi mata pencaharian mereka. 
Source by Naomi's Galery

Selama Cinder bekerja sebagai buruh pabrik alat tulis di Belanda. Cinder bersahabat dengan Eleanor. Mereka sepakat untuk menuliskan gosip-gosip atau hal-hal yang terjadi kepada buruh pabrik yang lainnya ke dalam sebuah buku berwarna biru yang di dinamakannya CABUL (Catatan Buruh Lepas). Buku Working Women ini lebih banyak menceritakan kisah Cinder dan Eleanor yang bekerja di pabrik alat tulis dengan segudang permasalahan dan lika-liku selama bekerja di pabrik. Dikisahkan banyak para buruh yang kebanyakan pendatang dari luar Belanda yang mengisahkan betapa menyebalkannya para buruh-buruh yang bekerja bersama Cinder dan Eleanor di pabrik tak terkecuali juga orang Belanda itu sendiri. Banyak persaingan di dalamnya, saling menjatuhkan, mengutil, hingga menjilat atasan agar diberi perpanjangan kontrak. Di Indonesia para pekerja buruh menjilat agar di naikkan upahnya. Berbeda di Belanda, mereka menjilat agar mau diperpanjang kontrak kerjanya. Mengapa demikian ? Bekerja di pabrik merupakan pekerjaan yang paling mudah bisa dikatakan karena hanya menggunakan otot saja. Tidak perlu susah-susah menyusun laporan, presentasi, hingga bekerja lembur. Cukup bekerja sesuai dengan job desk dan jam kerja. Ketika waktunya pulang ya pulang. Sangat mudah bukan ? Namun Cinder dan Eleanor sangat tidak suka dengan sikap dan karakter para pekerja buruh yang ada di pabrik tempat mereka bekerja (bahkan yang dari Indonesia sekalipun). Mereka saling menggosipkan satu sama lain, cari muka dengan para buruh tetap dan atasan, saling menjelekkan satu sama lain, mengutil barang-barang pabrik, mencuri produk-produk pabrik, korupsi waktu, dan hal-hal konyol lainnya yang tidak masuk di akal. Sangat-sangat dibutuhkan kesabaran emosional yang sangat besar jika bekerja di pabrik. Terdapat pula hal-hal yang tak terduga yang terjadi di pabrik tempat Cinder dan Eleanor bekerja. Yang aku suka adalah tertangkap basahnya para pekerja buruh yang sudah bersikap sok tau, songong dan menyebalkan. Rasanya sangat puas ketika mereka tertangkap basah. Tentunya bukan hanya itu saja yang terjadi di pabrik alat tulis itu 😂. Namun akhir dari kisah ini sangat mengharukan yang mana mengharuskan Cinder dan Eleanor tersebut harus berpisah. Padahal mereka telah menjalin persahabatan yang begitu erat. Setelah membaca buku Working Woman ini, akhirnya aku paham apa maksud dari judul buku ini sendiri yaitu "Working Woman". 

Begitulah kisah negeri kincir angin yang notabene pernah menjajah negara kita tercinta. Aku sempat mengira bahwa negeri asing lebih baik daripada negeri kita tercinta ini. Namun setelah aku membacanya, aku rasa aku akan menarik kata-kataku kembali. Karena balik lagi, ada sisi positif dan negatifnya dari sesuatu. Buku ini menambah wawasanku terhadap sesuatu yang tidak aku ketahui sebelumnya. Dan aku sangat suka belajar atau mengetahui hal-hal baru. Terima Kasih untuk Ita Sembiring dan penerbit yang sudah menulis dan merilis buku ini. Aku sangat senang karena mendapatkan informasi baru yang belum aku ketahui sebelumnya. Dan membuatku ingin membuka mataku lebih lebar lagi tentang hal-hal apa saja tentang dunia ini yang belum aku ketahui dan tidak diajarkan saat di bangku sekolah dulu. Aku memberi rating buku ini 8/10. Mengapa ? karena buku ini sangat menarik. Ditambah dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, bacaan yang menggambarkan sisi lain dari indahnya negeri Belanda, serta cocok dibaca untuk semua kalangan. Aku harap pembaca sekalian membaca buku yang sangat menarik dan penuh intrik ini. 

Disclaimer ya : Buku ini dan tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelekkan seseorang atau suatu pihak ya, karena buku ini pure hanya mengisahkan sebuah kisah yang ada dan terjadi di Belanda. Serta tulisan ini hanya sekedar untuk me-review buku yang telah aku baca dan bagaimana kesanku terhadap buku ini. 

Sekian review buku kali ini. Aku harap bagi para pembaca agar meningkatkan minat baca baik untuk anda ataupun orang-orang terdekat anda. Jangan lupa untuk selalu membeli buku ORIGINAL untuk terus mensupport para penulis kesayangan kita untuk terus berkarya. Kalau temen-temen mau keep in touch sama aku boleh follow Instagram aku @thisvivi_
Sampai Ketemu di Konten Selanjutnya 👋🏻



 

Review buku – Psychic Detective Yakumo (The Red Eye Knows) By Manabu Kaminaga

Source: instagram/@riikuzii Buku ini cukup unik ya, karena menceritakan sebuah kisah anak Indigo yang dia mempunyai sebuah kelainan dalam ma...